Kamis, 05 Juli 2007

Masa kini

WAJIB ADA
ULAMA PEREMPUAN PRO-DEGLOBALISASI;
Sebuah tantangan perempuan intelektual keagamaan di Indonesia


Radjimo Sastrowi

Abstrak
Rekolonialisasi yang diterapkan oleh kapitalisme global telah membawa akibat semakin tertindasnya posisi perempuan. Setelah ditindas dalam tatanan masyarakat yang patriarkis, negara yang kurang aspiratif, sekarang tatanan dunia baru (kapitalisme global) semakin memperkuat posisi terjajah kaum perempuan. Sebagai salah satu pembawa arah dan tujuan masyarakat, ulama (khususnya perempuan) dituntut lebih luas dalam menjelaskan ajaran keagamaan kepada ummatnya. Selain menjelaskan agama, yang perlu didekunstruksi, ulama perempuan juga harus dapat menjelaskan kepada ummatnya struktur tatanan dunia baru yang menindas, yang sekaligus menawarkan solusinya. Dalam masyarakat yang masih menempatkan perempuan sebagai sub-masyarakat, kehadiran ulama perempuan yang pro-deglobalisasi sangat vital. Tulisan ini akan menjelaskan peran penting kehadiran ulama perempuan pro-deglobalisasi dan tugas penting yang harus diembannya

silahkan baca selanjutnya..

Masa lalu

DI BAWAH BAYANG-BAYANG IBUKOTA:
Penataan Daerah di Provinsi Banten
Dari Jaman kolonial Sampai Jaman Reformasi


Radjimo Sastro Wijono
radjimo@hotmail.com

Abstraksi

Makalah ini akan membahas penataan daerah yang terjadi di sebuah provinsi termuda di Indonesia, Banten, sejak jaman kolonial Belanda sampai jaman reformasi. Penataan daerah yang terjadi di Banten, yang pernah menjadi faktor penting sejarah Indonesia sangat menarik untuk dipelajari. Wilayah yang terletak di ujung barat pulau Jawa ini menjadi tempat penting bagi datangnya babakan baru bagi perjalanan sejarah di tanah air: Sebagai pintu masuk para pedagang multietnis, yang kemudian menjadikan wilayah nusantara ini multikultur.
Situasi ekonomi-politik menjadi faktor utama dalam Penataan daerah di Banten. Saat penguasa tradisional (kesultanan) sudah berhasil dilumpuhkan oleh kolonial Hindia Belanda, pada abad ke-19 beberapa kali Banten mengalami perubahan penataan daerah kekuasaannya. Gubernur Jenderal Daendles mengatur daerah Banten menjadi tiga kabupaten: Banten Hulu, Banten Hilir, dan Anyer. Sementara itu, Gubernur Jendral Raffles (Inggris), yang memandang perlunya sekutu, membutuhkan kekuasaan tradisional (walau posisinya lemah) dengan memberikan kewenangan daerah. Di masa kolonial Inggris ini Banten terbagi menjadi empat kabupaten: Banten Lor, Banten Kulon, Banten Tengah, dan Banten Kidul.
Kebijakan yang berubah-ubah dalam manata daerah (territorial reform) oleh para penguasa tentu saja telah membawa perubahan di dalam kehidupan masyarakat. Baik kehidupan sosial politik, sosial ekonomi, maupun sosial budaya masyarakat plural yang memiliki kepercayaan dan kebiasaan yang berbeda-beda. Dapat kita katakan, seharusnya yang menjadi faktor utama dalam penataan daerah adalah bukan faktor politik saja (baik di bawah bayangan situasi politik dan ekonomi di Jakarta maupun Bandung), namun yang juga harus diperhatikan adalah dalam menentukan pengaturaan daerah adalah faktor kepentingan masyarakat luas dan lingkungan, apalagi dalam masyarakat yang multikultur.


Kata kunci: sejarah penataan daerah, perubahan sosial, Banten dalam lintas orde
.

silahkan baca selanjutnya..

Anda pengunjung ke