Kamis, 13 Maret 2008

Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten


Sebagai sebuah provinsi yang kesenjangan kemajuan dan ketertinggalan sangat kontras, pada awalnya Banten dikenal sebagai kota pelabuhan, yang memiliki posisi geografis yang sangat strategis. Terletak di ujung bagian Barat pulau Jawa dan berada di pintu Selat Sunda, Banten dapat dikatakan berfungsi sebagai pintu gerbang Barat dari kepulauan Nusantara. Dalam catatan sejarah, Pendudukan Malaka oleh Portugis pada tahun 1511 dapat dikatakan sebagai suatu berkah tersembunyi bagi Banten. Sejak itu, pedagang Muslim mengalihkan jalur pelayarannya melalui pantai barat Sumatera dan tibalah di Banten, maka kemudian Banten berkembang menjadi pelabuhan transito para pedagang Islam dalam pelayaran ke bagian timur Nusantara. Catatan sejarah di Banten menjadi faktor penting sejarah nasional Indonesia.

Sekarang, setelah enam tahun menjadi provinsi, Banten belum berhasil memperkecil kesenjangan di antara ketertinggalan dan kemajuan yang ada. Status sebagai provinsi diperoleh Banten pada 4 Oktober 2000 melalui UU Nomor 23, yang dulunya merupakan salah satu keresidenan di Jawa Barat. Ada empat kabupaten (Tangerang, Serang, Pandeglang, Lebak) dan dua kota (Tangerang dan Cilegon) yang tergabung di dalamnya.

Paling tidak terdapat 7 isu fundamental pembangunan daerah yang dihadapi Banten saat ini, yaitu: Masalah penanganan Kemiskinan, Kesehatan Dasar, Pendidikan, Perekonomian Daerah, Sarana dan Prasarana Wilayah, Pengelolaan SDA dan LH, dan Kepemerintahan Daerah.

(I) Kemiskinan, terdapat paling tidak 6 indikator mendasar persoalan kemiskinan yang kita hadapi, yang beberapa diantaranya adalah (Gandung Ismanto, dalam Fajar Banten 21 Februari 2007): (1) Realitas proporsi penduduk miskin masih tinggi yang mencapai 8,58% terhadap jumlah penduduk, sementara menurut BKKBN mencapai 24,39% dari jumlah KK (yang bila dikonversi dengan asumsi jumlah rata-rata anggota keluarga tidak berubah (3,93), maka berarti jumlah penduduk miskin akan mencapai 1.892.836 jiwa (20,84%), bukan hanya 779.200 jiwa (8,58%); (2) Karakteristik kemiskinan terdistribusi dalam 35,92% di wilayah perkotaan dan 64,08% di wilayah perdesaan, dengan sebaran secara berurutan: Lebak 42,95%, Pandeglang 39,77%, Serang 25,69%, Cilegon 9,37%, Tangerang 13,79%, dan Kota Tangerang 5,1% (Smeru, 2004); dan (3) Angka Daya Beli Masyarakat baru mencapai Rp. 618.000 atau 84,00% dari Standar Minimal UNDP; (4) 230.457 (20%) keluarga menempati rumah tidak layak huni.

(II) Pendidikan, terdapat 16 indikator yang beberapa diantaranya adalah: (1) Pengeluaran per kapita untuk pendidikan hanya berkisar 22,85% atau sekitar Rp.142.000; (2) ARLS baru mencapai 8,5 tahun, atau setara kelas 2 SMP; (3) 46,31% penduduk berpendidikan SD, 13,76% tamat SLTP, 15,48% tamat SMA, 13,86% Diploma/Sarjana, dan sisanya, 10,59% masyarakat tidak diketahui tingkat pendidikannya; (4) Belum memadainya rasio kelas-siswa: SD/MI 49 siswa/kelas, SLTP/MTs 42 siswa/kelas, dan SMA/MA 199 siswa/kelas; (5) 63,99% dari ruang kelas SD/MI dalam kondisi rusak, SLTP/MTs 37,12% dan SMA/MA/SMK 12,76%; (6) Kesenjangan daya tampung Sekolah: Lulusan SD/MI rata2/th mencapai 168.000 lulusan; SMP/MTs 124.000 lulusan; dan SMA/MA 69.000 lulusan, yang artinya terdapat 44.000 lulusan SD tak tertampung di SMP, dan 25.000 lulusan SMP tak tertampung di SMA; (7) Sekitar 50% guru pada tahun 2009 akan pensiun; dan lain-lain.

(III) Kesehatan Dasar, terdapat 18 indikator terukur yang beberapa diantaranya adalah: (1) Rendahnya porsi pengeluaran per kapita untuk kesehatan yang hanya berkisar 1,33% atau sekitar Rp.6.180; (2) AHH baru mencapai 64,1 tahun; (3) Disparitas ketersediaan prasarana dan sarana kesehatan, tercatat 20 unit Rumah Sakit tersebar di wilayah utara dan 4 unit lainnya di wilayah selatan; (4) Daya tampung RS di wilayah utara mencapai 81.656 jiwa/RS, sementara di utara hanya 136.803 jiwa/RS; (5) Puskesmas tersebar 63,95% atau 110 unit di wilayah utara, dan 36,05% atau 62 unit tersebar di selatan; (6) 4.190 tenaga kesehatan atau 80,76% tersebar di wilayah utara, sementara sisanya 19,24% atau 998 orang tersebar di selatan (2005); (7) Angka Kematian Bayi mencapai 54,1; (9) Baru 59,7% bayi lahir yang ditolong oleh tenaga medis; dan lain-lain.

(IV) Perekonomian Daerah, terdapat 14 indikator penting dalam bidang perekonomian daerah, beberapa diantaranya adalah: (1) 57,14% dari 1.221 desa tergolong desa tertinggal, yang terdiri dari 458 desa tertinggal di daerah tertinggal dan 306 desa tertinggal di daerah non tertinggal (Meneg PDT, 17 April 2006); (2) Rendahnya akses permodalan bagi UMKM, realisasi kredit bagi UMKM hanya sebesar Rp. 40,174 Milyar, sehingga rata-rata setiap unit UMKM hanya menerima kredit sebesar Rp. 31.952 (2005); (3) UMKM mampu menyerap 1.256.471 tenaga kerja atau 31,99% terhadap total tenaga kerja, sementara pemberdayaannya belum cukup memadai; (4) Disparitas orientasi lokasi investasi masih sangat tinggi, 98,09% terkonsentrasi di Utara, 1,01% di Selatan; (5) Tingkat pendapatan per kapita petani dan nelayan rata-rata baru mencapai Rp. 8 juta /kapita/tahun atau setara dengan Rp. 667 ribu/kapita/bulan; (7) Penanganan potensi kawasan wisata alam dan spiritual masih belum optimal; dan lain-lain.
(V) Pada bidang Sarana dan Prasarana Wilayah terdapat 14 indikator yang beberapa diantaranya adalah: (1) Terbatasnya akses transportasi dalam mengurangi kesenjangan antar wilayah; (2) Belum memadainya kuantitas dan kualitas jaringan jalan, khususnya sepanjang 889,01 km jalan yang menjadi kewenangan Provinsi, dimana sekitar 13,89% (123,46 km) berada dalam kondisi baik, 53,91% (479,25 km) dalam kondisi sedang, serta 32,20% (286,30 km) berada dalam kondisi rusak ringan hingga rusak berat (2005); (3) Kurang memadainya fasilitas perlengkapan jalan serta terminal angkutan dan barang; (4) Belum optimalnya penanganan Bandara Internasional Soetta sebagai sumber pendapatan daerah; (5) Jaringan trayek transportasi antar daerah belum terstruktur dan terpadu; (6) Jaringan irigasi lintas kabupaten/kota terkelola sepanjang 866.915 m atau seluas 82.848 Ha, dengan kondisi 22,87% atau sepanjang 198.288 m tidak dapat berfungsi, 132.190 m (15,25%) dalam kondisi rusak ringan, sisanya dalam kondisi baik 536.437 m (61,88%) (2005); (7) Baru sekitar 70% desa yang terjangkau jaringan listrik; dan lain-lain.

(VI) Permasalahan pengelolaan SDA dan LH, terdapat 14 indikator nyata yang masih menjadi permasalahan, beberapa diantaranya: (1) Belum terpadu dan serasinya penataan ruang antara kepentingan nasional, provinsi dan kabupaten/kota; (2) Adanya degradasi kawasan hutan seluas 474.400 Ha yang berubah fungsi menjadi alang-alang, semak belukar, pertanian, tambak, pertambangan, dan lain-lain; (3) 32,57% sungai lintas kabupaten/kota rusak berat; (4) 8 buah Situ/Danau yang dikelola Provinsi Banten dalam kondisi rusak; (5) Pencemaran daerah pesisir dan laut di bagian utara dan barat Provinsi Banten; dan lain-lain.

(VII) Pada bidang kepemerintahan daerah, terdapat 19 indikator yang beberapa diantaranya: (1) Belum memadainya kerjasama dan koordinasi antar pemerintahan daerah dalam mengatasi isu-isu regional yang fundamental; (2) Sekitar 33,38% pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten memiliki tingkat pendidikan non kesarjanaan (tamatan SD hingga D.II); (3) PAD masih bertumpu pada pendapatan dari Pajak Daerah (96,98%); (4) Kualitas perencanaan, pengendalian, pengawasan dan evaluasi pembangunan, dimana proses dan hasil perencanaan, pengendalian dan evaluasi di tingkat daerah dan SKPD belum dapat diselenggarakan secara terpadu, tepat materi dan tepat waktu; (5) Kurang responsifnya pemerintah provinsi terhadap aspirasi pemekaran wilayah; (6) Kualitas pekerjaan proyek-proyek pemerintah provinsi yang sangat memprihatinkan; (7) Lemahnya law enforcement terhadap pelanggaran-pelanggaran dan/ penyimpangan dalam pemerintahan serta pelaksanaan proyek-proyek pembangunan; (9) Lemahnya komitmen untuk membumikan motto Iman Taqwa dalam setiap proses kepemerintahan dan pembangunan daerah; dan lain-lain.

Pembangunan di Banten seolah menghasilkan dua daerah yang berbeda: utara dan selatan. Wilayah utara meliputi Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, dan Kota Cilegon, luasnya 3.193,97 kilometer persegi, dihuni oleh sekitar 6 juta penduduk. Wilayah selatan meliputi Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang dengan luas 5.606,86 kilometer persegi. Sesuai dengan kebijakan nasional yang menetapkan wilayah utara sebagai kawasan industri, kegiatan ekonominya didominasi industri, perdagangan, dan jasa. Wilayah selatan adalah daerah pertanian, pertambangan, perkebunan, dan pariwisata (www.banten.go.id).

Kurang lebih ada 17 kawasan industri strategis di Banten, antara lain Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC), Nikomas Gemilang Industrial Estate, dan Modern Cikande Industrial Estate. Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Provinsi Banten, pada tahun 2005 terdapat 17 proyek penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang disetujui dengan nilai investasi Rp 705 miliar, dan 92 proyek penanaman modal asing (PMA) dengan nilai investasi 1,9 juta dollar AS. Semua proyek PMA dan PMDN ini melibatkan 22.311 tenaga kerja, 256 orang di antaranya adalah tenaga kerja asing.

Pengonsentrasian industri di bagian utara mengakibatkan prasarana transportasi berupa jalan darat terpusat di Banten utara. Posisi wilayah kabupaten dan kota di bagian utara yang berdekatan dengan Jakarta juga berimbas terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah ini. Karena masuk dalam wilayah pengembangan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), Kabupaten dan Kota Tangerang menikmati "limpahan kemewahan" dari Jakarta. Karakteristik pertumbuhannya bisa dikatakan sama dengan Ibu Kota dan daerah penyangga lainnya seperti Bogor, Depok, dan Bekasi. Secara fisik perkembangan itu terlihat lewat pertumbuhan permukiman dengan rumah-rumah berharga ratusan juta hingga miliaran rupiah. Di Kota Tangerang terdapat perumahan Modernland (di Kecamatan Tangerang), Banjar Wijaya di Kecamatan Cipondoh, dan Metro Permata di Kecamatan Karang Tengah. Di Kabupaten Tangerang permukiman kaum berduit yang bekerja di Jakarta lebih marak lagi. Salah satunya adalah Bumi Serpong Damai di Kecamatan Serpong.

Imbas yang menguntungkan Kota dan Kabupaten Tangerang dari Jakarta terlihat pula pada kontribusi PDRB yang tinggi terhadap PDRB Provinsi Banten. PDRB Kota Tangerang yang mencapai Rp 21,01 triliun tahun 2005 memberikan kontribusi 34,2 persen terhadap PDRB Provinsi Banten yang nilainya Rp 61,35 triliun, sedangkan kontribusi dari Kabupaten Tangerang 26,38 persen. Dapat dikatakan, Kota dan Kabupaten Tangerang menjadi motor pertumbuhan bagi Banten.

Jika Banten utara tampak gemerlap, Banten selatan sebaliknya. Kemiskinan dan ketertinggalan tercium dari desa-desa di Kecamatan Cimaraga, Muncang, Cipanas, Cikulur, Bojongmanik di Kabupaten Lebak. Kondisi yang hampir sama dijumpai di desa-desa di Kecamatan Angsana, Pagelaran, Cigelulis, Cikeusik, dan Panimbang di Kabupaten Lebak.

Pada kedua kabupaten ini perkembangan wilayah terhambat oleh kondisi alam. Kawasan sekitar Gunung Halimun-Kendeng hingga Malingping, Leuwidamar hingga Bayah berupa pegunungan yang relatif sulit dijangkau. PDRB Kabupaten Lebak tahun 2005 hanya Rp 3,28 triliun (5,36 persen) dan Kabupaten Pandeglang cuma Rp 3,36 triliun (5,48 persen) (BE Julianery dalam Kompas 2006).

Kabupaten Pandeglang salah satu daru dua kabupaten termiskin berumur seratus tigapuluh tiga tahun. Tidak banyak yang berubah di Kabupaten Pandeglang, sebelum dan sesudah menjadi provinsi Banten. Di Pandeglang bank masih sedikit, dan jarang sekali ditemukan pusat perbelanjaan seperti Matahari dan Ramayana, tidak ada sama sekali. Namun, setiap akhir pekan dan hari libur sebagian warga Jakarta dan sekitarnya membanjiri tempat wisata yang terdapat di sepanjang pantai. Mulai dari Pantai Carita, Tanjung Lesung, hingga Ujung Kulon. Tidak jarang hotel berbintang dan berbagai bentuk rumah peristirahatan selalu dipenuhi orang-orang dari luar daerah.

Pantai barat Pandeglang berkembang begitu pesat. Namun demikian, belum mampu memberi kemajuan berarti bagi penduduk lokal. Pasalnya, perusahaan akomodasi seperti hotel dan penginapan masih banyak mempekerjakan kaum pendatang. Sementara itu, penduduk lokal hanya diberi kesempatan sebagai petugas keamanan dan kebersihan. Secara tersirat dapat dikatakan, sumber daya manusia Kabupaten Pandeglang belum mampu bersaing. Kecamatan Labuan dan Panimbang di pantai barat dan Kecamatan Pandeglang di sisi utara merupakan pusat pertumbuhan ekonomi kabupaten. Sedang 19 kecamatan lainnya belum mampu memacu perekonomiannya.

Dalam bidang pendidikan, di Banten sudah ada kelas bermain untuk anak di bawah usia lima tahun (balita), perguruan tinggi berstandar internasional, sekolah khusus untuk orang asing, dan lembaga pendidikan dengan biaya yang hitungannya menggunakan dollar AS. Namun, Banten juga mencatat angka putus sekolah yang tinggi, minimnya sarana pendidikan, dan adanya warga yang buta huruf. Saat pencanangan Hari Aksara Internasional Ke-41 di Provinsi Banten (12/9/2006), Pelaksana Tugas Gubernur Banten, Hj Ratu Atut Chosiyah, menyatakan sedikitnya ada setengah juta penduduk Banten yang buta aksara.

Ketidakmampuan penduduk mengenal abjad bisa jadi akibat kemiskinan. Ketika pemerintah pusat melancarkan kebijaksanaan memberikan bantuan langsung tunai sesudah kenaikan harga bahan bakar minyak Oktober 2005, pada pelaksanaan tahap pertama untuk Kabupaten Tangerang saja terdapat 152.000 keluarga miskin yang berhak atas bantuan itu. Tahun 2006, di Banten tercatat 702.000 keluarga miskin yang hidup di bawah garis kemiskinan. Jumlah ini setara dengan 34,2 persen dari total keluarga di provinsi itu. Penduduk yang belum memiliki rumah layak huni mencapai 750.000 keluarga (49,3 persen).

Dalam bidang kesehatan, berdasar pada data di Dinas Kesehatan Provinsi Banten (6/9/2006), menunjukkan, selama dua bulan terakhir jumlah penderita gizi buruk di Kabupaten Serang meningkat dari 2.084 meningkat menjadi 2.297, di Kabupaten Pandeglang bertambah dari 2.268 menjadi 2.376. Selain itu, penambahan serupa juga terjadi di Kota Tangerang sebanyak 233 orang, dan di Kota Cilegon sebanyak 224 orang sementara data dari Kota Tangerang hingga saat ini belum tercantum di Dinkes Banten.


DEMOGRAFI

Posisi Geografis Propinsi Banten berada antara 5o7'50" – 7o1'11" LS dan 105o1'11" – 106o'7’12" BT, dengan luas wilayah 9.160,70 km2. Wilayah terluas adalah Kabupaten Pandeglang dengan luas 3.746,90 km2 dan wilayah terkecil adalah Kota Tangerang dengan luas 164,21 km2. Di bagian Utara, wilayah Propinsi Banten berbatasan dengan Laut Jawa. Batas sebelah Barat adalah Selat Sunda, sebelah Timur adalah Samudera Hindia dan batas sebelah Timur adalah Propinsi Jawa Barat. Oleh karena dikelilingi oleh laut, maka Propinsi Banten memiliki sumber daya laut yang potensial.

Dari tabel 4 di bawah kita dapat mengetahui bahwa jumlah keluarga prasejahtera di Pandeglang menempati urutan kedua, dan angkat penganguran menempati urutan pertama di Provinsi Banten. Hal ini dapat dijelaskan karena Pandeglang sedang menghadapi perubahan yang mendadak, karena status provinsi baru Banten. Misalnya harga tanah menjadi lebih tinggi, mahal. Kehidupan agraris masyarakat dengan kepemilikan lahan untuk dijadikan basis ekonomi, seiiring meningkatnya harga jual tanah, tak sedikit warga menjual tanahnya. Pengalihan fungsi lahan ini banyak terjadi di dekat-dekat tempat yang potensi menjadi lahan wisata, termasuk di Kecamatan Labuan. Ditinjau dari jenis kelamin, di Pandeglang jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumlah penduduk perempuan.

Sementara itu, pada tabel 5, kita dapat ketahui bahwa angka pertambahan penduduk di Banten cukup signifikan dari pada tahun 2003. Lebih detail tentang peningkatan jumlah penduduk di Provinsi Banten dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 4. Kependudukan Provinsi Banten Tahun 2003

No Kab/Kota Lelaki Prmp KK KKTani KK Prasejahtera Penganggur
1 Pandeglang 520525 504773 244665 26348 135840 83071
2 Lebak 564728 517326 251219 22305 122524 67030
3 Tangerang 1268714 1256671 635370 13639 219337 138545
4 Serang 871840 882960 389683 24605 125951 82017
5 Kota Tangerang 613889 655001 272656 375 37917 58409
6 Kota Cilegon 154044 149477 76104 1550 18809 20363
JUMLAH 3993740 3966208 1869697 88822 660378 449435
Sumber: BPS Tahun 2003

Tabel 5. Kependudukan Provinsi Banten Tahun 2004
No Kab/Kota Lelaki Prmp KK
1 Pandeglang 567,045 533,866 260,496
2 Lebak 592,713 540,186 286,714
3 Tangerang 1,594,1061,600,176 764,896
4 Serang 921,938 912,576 419,520
5 Kota Tangerang 759,996 728,670 369,350
6 Kota Cilegon 171,797 160,075 79,360
JUMLAH 4,607,595 4,475,549 2,180,336
Sumber: BPS Tahun 2003

Tabel 6. Jumlah Penduduk di Provinsi Banten 1961 - 2005
Regency/Municipality 1961 1971 1980 1990 2000 2005
1. Pandeglang 440,213 572,628 694,759 858,435 1,011,788 1,106,788
2. Lebak 427,802 546,364 682,868 873,646 1,030,040 1,139,043
3. Tangerang 643,647 789,870 1,131,199 1,843,755 2,781,428 3,324,949
4. Serang 648,115 766,410 968,358 1,244,755 1,652,763 1,866,512
5. Tangerang (Mun) 206,743 276,825 397,825 921,848 1,325,854 1,537,244
6. Cilegon (Mun) 72,054 93,057 140,828 226,083 294,936 334,408
Banten 2,258,574 3,045,154 4,015,837 5,967,907 8,096,809 9,308,944
Sumber: BPS

KESEJAHTERAAN

Dalam penelitian ini pendapatan per kapita dan angka pertumbuhan ekonomi tidak digunakan untuk mengukur kesejahteraan masyarakat di Jakarta dan di Banten. Dan, indikator-indikator yang digunakan di antaranya: akses masyarakat terhadap listrik, mata pencaharian, dan akses masyarakat terhadap rumah. Rumah adalah kebutuhan pokok setiap manusia, namun untuk memilkinya tidaklah semudah seperti menghirup udara bebas. Faktor kesejahteraan menjadi penentu utama seseorang untuk mengakses rumah, apalagi di Jakarta lahan sangat mahal. Dengan pertimbangan ini, untuk melihat kesejahteraan masyarakat rumah dapat dijadikan indikator. Dengan menggunakan data dari BPS, angka yang tertera di dalamnya paling tidak akan dapat kita ketahui tingkat kesejahteraan masyarakat.

Akses terhadap listrik di Kabupaten Pandeglang masih tidak merata. Misalnya di di Desa Sukaresmi, Kubangkampil, dan Cikuya, Kecamatan Sukaresmi, sebanyak 3.996 kepala keluarga (KK) yang bermukim hingga kini belum menikmati listrik. Desa Kubangkampil yang paling banyak, yakni sekitar 1.200 KK. Sementara sisanya berada di desa-desa lain, seperti Desa Sukaresmi, Cikuya, Cibungur, dan beberapa desa lainnya. Dari dulu daerah ini belum pernah tersentuh prolisdes. Mereka terpaksa menggunakan lampu cempor dan petromak sebagai penerangan di malam hari. Akibatnya, sumber daya manusia (SDM) ketiga desa itu masih rendah karena tak ada informasi yang bisa diakses dari media elektronik. Belum adanya listrik juga mengakibatkan masyarakat kurang memerhatikan pendidikan anak.

Tabel 7. Jumlah Pelanggan listrik

No Nama Kabupaten Pelanggan PLN Pelanggan Listrik Non PLN
1 Pandeglang 122483 992
2 Lebak 113776 1102
3 Tangerang 543534 1610
4 Serang 290254 560
5 Kota Tangerang 265452 383
6 Kota Cilegon 74348 457
JUMLAH 1409847 5104

Tempat tinggal adalah titik awal dan titik akhir, dari sini semua kegiatan barawal dan berakhir. Rumah merupakan barang yang dapat dikonsumsi sesuai dengan kapasitas ekonomi, kesejahteraan yang dimilikinya, dan kondisi ini dapat dijadikan penjelas kesejahteraan masyarakat. Berdasakan data BPS tahun 2003 pada tabel 9 di atas masyarakat Kabupaten Pandeglang menempati rumah permanen nomor dua tersedikit, setelah Kota Cilegon. Sedangkan bangunan rumah di bantaran kali jumlahnya paling banyak, 5676 buah, yang dihuni 6086 keluarga. Sementara itu, jumlah rumah kumuh di Pandeglang menempati urutan pertama di Provinsi Banten, 4507 rumah, yang dihuni 5732 keluarga. Dari data-data di atas dapat dikatakan bahwa kesejahteraan masyarakat Pandeglang berada di tingkat bawah, rendah.

Tabel 9. Kondisi Perumahan di Provinsi Banten Tahun 2003

BP TP KKB BB LoRK LuRK JRK KKRK KKL KKB KKBl KKH LLK JKKL
1 Pandeglang 83461 143002 6086 5676 133 110 4507 5732 533 11970 4150 792 159 96
2 Lebak 88914 146181 2712 2630 13 36 1124 1106 367 3860 55 840 1301 573
3 Tangerang 434372 150963 4024 2632 178 353 8702 10347 30 8124 621 153 346 463
4 Serang 242274 91394 2247 2004 79 62 3108 5925 12 8556 940 10 245 44
5 Kota Tangerang 181363 78656 3965 4772 75 144 2294 4509 0 14044 341 0 47 11
6 Kota Cilegon 64576 9956 234 188 14 8 293 350 1 70 552 0 38 280
JUMLAH 1094960 620152 19268 17902 492 713 20028 27969 942 46624 6695 1795 2136 1467

Sumber: BPS 2003
Keterangan:
BP : Bangunan permanen KKRK : Keluarga rumah kumuh
TP : Tidak permanen KKL : Keluarga rawan bencana longsor
KKB : Keluarga di bantaran KKB : Keluarga rawan bencana banjir
BB : Bangunan di bantaran KKBI : Keluarga rawan bencana lainnya
LoRK : Lokasi rumah kumuh KKH : Keluarga di hutan lindung
LuRK : Luas rumah kumuh LLK : Keluarga di lahan kritis
JRK : Bangunan rumah kumuh JKKL : Keluarga di lahan kritis


PENDIDIKAN

Secara umum, kualitas pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Buktinya, data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).

Sementara itu, menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Ironisnya, posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Rendahnya kualitas pendidikan Indonesia itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).

Pada awal tahun 2007 di Kabupaten Pandeglang 42 ribu warganya tercatat masih buta huruf. Kondisi ini terjadi akibat minimnya anggaran untuk pemberantasan buta huruf. Dari 42 ribu warga yang buta huruf akan berkurang menjadi 22 ribu pada akhir tahun 2007. Sementara itu, di sekolah, madrasah, di bawah naungan departemen agama Kabupaten Pandeglang pada tahun ajaran 2005/2006 jumlah siswa yang putus sekolah masih cukup tinggi, 52 siswa.

Tabel 10. Data Siswa Mengulang, Putus Sekolah, dan Lulus Tahun 2005/2006
pada Madrasah di Pandeglang

No Madrasah Mengulang Putus sekolah Lulus
1 Ibtidaiyah 27 11 1337
2 Tsanawiyah 12 22 4648
3 Aliyah 12 19 1405
Jumlah 51 52 7390
Sumber: Kandepag Kabupaten Pandeglang


Tabel 11. Kondisi Anak Usia Setingkat SD di Kabupaten Pandeglang ahun 2006

No Kecamatan Desa SD MI Jumlah Ponpes Paket A Tidak Sekolah Total
1 PANDEGLANG 10 10105 260 10365 0 40 0 10405
2 CADASARI 13 4404 303 4707 0 0 0 4707
3 KR. TANJUNG 13 4802 57 4859 59 0 17 4935
4 BANJAR 11 4324 613 4937 1220 30 149 6336
5 KADU HEJO 10 5319 0 5319 88 0 0 5407
6 CIMANUK 11 5687 314 6001 0 0 0 6001
7 CIPEUCANG 12 3460 196 3656 9 10 123 3798
8 MANDALAWANGI 15 2540 20 2560 0 20 370 2950
9 SAKETI 14 5226 943 6169 0 25 0 6194
10 BOJONG 8 4193 845 5038 16 28 88 5170
11 PICUNG 8 5139 945 6084 0 21 0 6105
12 PAGELARAN 13 4578 0 4578 0 0 0 4578
13 JIPUT 14 5417 511 5928 0 0 0 5928
14 MENES 15 7274 687 7961 0 0 0 7961
15 LABUAN 9 8323 366 8689 0 30 110 8829
16 CARITA 10 3806 92 3898 3 19 196 4116
17 PANIMBANG 12 12908 509 13417 0 20 878 14315
18 CIGEULIS 10 6136 315 6451 0 20 139 6610
19 CIBALIUNG 9 3606 209 3815 183 30 376 4404
20 CIMANGGU 12 4950 170 5120 0 0 107 5227
21 SUMUR 7 3278 63 3341 0 40 25 3406
22 CIKEUSIK 14 7266 241 7507 835 120 210 8672
23 ANGSANA 9 4155 57 4212 0 116 108 4436
24 PATIA 9 4424 206 4630 0 0 0 4630
25 MUNJUL 9 3801 76 3877 0 0 0 3877
26 CIKEDAL 10 3975 448 4423 209 20 487 5139
27 CISATA 13 4146 576 4722 3 20 41 4786
28 CIBITUNG 10 3137 207 3344 0 40 1218 4658
29 MEKARJAYA 8 2582 0 2582 0 0 6 2588
30 SUKARESMI 10 6366 0 6366 0 21 6387
31 SINDANGRESMI 9 3379 418 3797 2 0 0 3799
Jumlah 337 158.706 9647 168.353 2627 670 4648 176.354
Sumber: Kantor Departemen Pendidikan Kabupaten Pandeglang Tahun 2006

Jumlah anak usia sekolah setingkat SD di Pandeglang cukup banyak 4648 orang, atau sebesar 3 %. Artinya, 100 anak usia sekolah 3 dari mereka tidak sekolah. Kecamatan yang memiliki anak usia sekolah setingkat SD dan tidak mengenyam pendidikan terbanyak adalah Cibitung, 1218 dari 4658 anak. Boleh dikatakan angka ini mengalami penurunan, artinya minat anak terhadap sekolah semakin meningkat. Hal ini merupakan sebuah langkah yang cukup baik, karena selama ini pendidikan di mata masyarakat masih dipandang belum terlalu penting.

Sementara itu, jumlah anak usia sekolah setingkat SLTP jumlahnya banyak, 10248 orang atau 14 %. Ini artinya 100 anak usia sekolah setingkat SLTP di Pandeglang 14 dari mereka tidak mengenyam pendidikan sekolah atau pesantren. Namun, minat mengikuti program kesetaraan cukup tinggi, 2279 anak. Kecamatan yang terletak di pesisir barat pulau Jawa, Panimbang, memiliki jumlah anak yang tidak bersekolah atau tidak berpesantren paling banyak, 2189 dari 9807 anak.


Tabel 12. Kondisi Anak Usia Sekolah Setingkat SMP di Kabupaten Pandeglang
No Kabupaten SMP SMTP MTs JML Ponpes Paket B Tdk sklh Jml Total
1 PANDEGLANG 3583 0 1582 5165 0 65 0 65 5230
2 CADASARI 425 229 610 1264 138 124 0 262 1526
3 KR. TANJUNG 603 17 534 1154 135 50 177 362 1516
4 BANJAR 931 165 162 1258 436 37 0 473 1731
5 KADU HEJO 652 30 0 682 13 68 0 81 763
6 CIMANUK 2571 0 701 3272 160 77 812 1049 4321
7 CIPEUCANG 600 299 1089 1988 205 37 307 549 2537
8 MANDALAWANGI 3856 0 3555 7411 0 140 735 875 8286
9 SAKETI 917 317 917 2151 108 86 314 508 2659
10 BOJONG 509 171 295 975 158 36 314 508 1483
11 PICUNG 869 69 487 1425 0 45 0 45 1470
12 PAGELARAN 271 70 194 535 82 0 26 108 643
13 JIPUT 920 137 0 1057 5 45 0 50 1107
14 MENES 2297 140 1969 4406 85 125 0 210 4616
15 LABUAN 2335 458 1478 4271 0 40 81 121 4392
16 CARITA 1182 204 81 1467 59 26 433 518 1985
17 PANIMBANG 5849 40 1729 7618 338 32 1819 2189 9807
18 CIGEULIS 594 0 87 681 0 175 0 761 1442
19 CIBALIUNG 577 31 263 871 272 143 488 903 1774
20 CIMANGGU 653 156 293 1102 46 75 396 517 1619
21 SUMUR 553 170 168 891 115 120 1601 1836 2727
22 CIKEUSIK 1172 60 411 1643 150 100 345 595 2238
23 ANGSANA 501 6 206 713 139 185 483 807 1520
24 PATIA 1321 40 1304 2665 0 83 26 109 2774
25 MUNJUL 728 39 136 903 69 0 8 77 980
26 CIKEDAL 231 5 237 473 80 108 445 633 1106
27 CISATA 760 68 611 1439 65 37 423 525 1964
28 CIBITUNG 306 288 38 632 133 198 593 924 1556
29 MEKARJAYA 485 31 0 115 42 0 422 464 579
30 SUKARESMI 889 62 410 1361 97 22 0 119 1480
31 SINDANGRESMI 291 0 426 717 0 0 0 0 717
Jumlah 37431 3302 19973 60305 3130 2279 10248 16243 76548
Sumber: Kantor Departemen Pendidikan Kabupaten Pandeglang Tahun 2006

1 komentar:

Kaisar Woll mengatakan...

iki buku opo blog, mo. dowo temen... dolan yo ning blogku bewegaleri.wordpress.com

Anda pengunjung ke